Mari kita mulai dengan fakta penting: hidup modern adalah semacam lomba lari estafet yang seluruh pesertanya mengenakan sepatu dari puding dan diberi tongkat estafet berupa WiFi router. Artinya, Anda akan terpeleset sebelum sampai ke FYP TikTok.
Namun
tenang! Ada satu solusi: hadapilah semua problem modern dengan cara paling
tradisional. Ya, cara-cara tua, kuno, berdebu, dan mungkin berasal dari sambal lempeng
batu bertulis cakar ayam nenek moyang gorden.
Telah
lazim orang-orang memiliki preferensi supermodern untuk menggunakan kentongan sebagai
notifikasi. Anda sudah bosan dengan notifikasi WhatsApp yang membuat jantung
bergetar seperti daun telinga capung? Gantilah dengan kentongan dari bambu
sakti. Gantung di pohon depan rumah. Setiap kali ada pesan masuk, suruh
tetangga memukul kentongan sambil berteriak, “Pesan dari Tetangga Sebelah jam
11 malam! Menagih utang!”
Efeknya
sangat terapeutik. Tidak hanya mengurangi stres, Anda juga akan langsung tahu
siapa yang menyebarkan aib Anda secara real-time, live, dan surround
sound.
Deadline
mepet? Laptop ngadat? Jangan panik. Matikan laptop, nyalakan dupa! Duduklah
bersila, nyalakan dupa rasa lontong sayur, dan bacalah mantra dari kitab kuno: “Ctrl-alt-del,
wahai dewa reboot, munculkanlah file yang hilang karena Excel crash.”
Jika
mantranya gagal, berarti Anda kurang good looking sebagai syarat utama
untuk hidup di dunia arwana. Ulangi sambil menangis dalam bahasa Sansekerta.
Jangan lupa siapkan ayam jantan sebagai tumbal atau minimal tahu bulat digoreng
dadakan lima ratusan sebagai medium gratifikasi ukhrawi.
Kenapa
harus duduk di depan layar, melihat wajah rekan kerja yang seperti patung lilin
sedih karena koneksi masih 3G? Gantilah Zoom Meeting menjadi rapat suku di teras
goa terbuka. Kembalilah ke akar budaya: rapatlah di dalam Cosmos, sebuah rice cooker yang dicolokkan
pada terminal Bungurasih dengan pembacaan mantra pembuka, tarian hujan sebagai ice
breaker, dan bakar jagung sebagai penutup.
Jika bos
Anda bertanya kenapa Anda tidak hadir di Zoom, katakan saja Anda sedang “mengikuti
protokol spiritual komunikasi lintas dimensi” dan tak satu pun orang yang boleh
memprotesnya sebab itu merupakan wejangan dari kitab suci masa depan.
Gmail
penuh? Attachment gagal upload? Solusinya jelas: kirim email lewat
merpati. Tulis surat Anda di daun pisang (jangan pakai font Comic Sans, itu
terlalu ofensif bagi burung), gulung, dan ikat di kaki merpati yang telah lulus
pelatihan intensif di Akademi Pos Burung Nusantara. Jika merpati hilang atau
tersesat di warung biji-bijian, berarti isi pesan Anda amatlah berguna bagi mereka
yang tengah mengunyah biji selasih. Lebih utama, alam sudah menyeleksi siapa
yang berhak bunting melalui akun bodong.
Stres
karena utang, mantan menikah, atau WiFi putus saat streaming drakor? Anda perlu
terapi healing. Carilah pohon pisang tua, dan menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak sekumprit galon isi ulang. Yang penting beri nama pohon itu (misalnya:
Mulyono). Lalu menarilah mengelilingi Mulyono sambil menyanyikan lagu lama
seperti “fufufafa” dalam nada metal dengan dasar drop D di bawah lipatan Antarktika.
Menurut
riset yang akan dilakukan beberapa abad kemudian, hal itu mampu mengurangi
kadar kortisol serta pening karena teror pinjol dan meningkatkan kadar
tidak-peduli-lagi-dengan-hidup.
E-wallet
error? QR code tidak terbaca? Kembalilah ke sistem barter. Di Indomaret, coba
bayar pulsa dengan segenggam tempe mendoan dan dua hempasan saos yang diakui
secara spiritual sebagai “aset tetap” di World Bank. Jika kasir menolak,
tunjukkan sertifikat “Master Perdagangan Primitif Level 3” yang Anda print dengan
daun pisang A4 yang sudah lama minta pensiun.
Problem
modern memang rumit, tapi jangan khawatir. Tradisi kita telah lama punya
jawaban yang magis untuk membuatnya bujalajabu nasi palu rasa tahu. Jangan ragu
mengangkat berat utang, meniup seruling, atau memanggil roh almari untuk
menyelesaikan pajak tahunan Anda.
Bibliografi:
1. Warkop, Dono. Etika
Berkomunikasi dengan Merpati Pos dalam Era 6G. Penerbit Burung Kertas,
2027.
2. Mbah Uti. Resep Dupa Anti-Galau:
Dari Lontong ke Lontar. Pustaka Mistis Tropis, 1955 (ditulis ulang di mimpi
tukang antar galon).
3. Joko Langit Kelap-Kelip. Transformasi
Kentongan Menjadi Media Sosial Berbasis Gendang. Universitas Bambu Petir.
4. Tanpa Nama. Google Translate
Bahasa Arwah: Edisi Premium. Hanya tersedia di pasar malam saat gerhana.
5. Maharani Sri Kenthir. Manajemen
Rapat Lintas Dimensi dan Dunia Bawah. Penerbit Poskamling Raya, cetakan
ke-8, ditulis pakai arang dan asap.
0 Komentar